Kamis, Desember 10, 2009

Prita, Koin dan Ketidakadilan


Ibu Prita dihadapkan pada persoalan serius, akibat e-mailnya tentang pelayanan RS Omni Internasional Tangerang yang menyebar luas, ia terkena perkara pencemaran nama baik dan digugat secara perdata . Tak kurang dari Pengadilan Tinggi Banten memutuskan supaya Prita membayar ganti rugi Rp 204 juta rupiah kepada RS Omni. Di sisi lainnya secara pidana, Prita pun terancam hukuman maksimal enam tahun.

Masyarakat pun sangat kaget, munculah gerakan kesetiakawanan sosial. Mulai dari dukungan di situs jejaring sosial seperti facebook. Catatan sampai 10 Desember 2009 menunjukkan, Grup Dukung Prita Mulyasari telah beranggotakan 118.482 orang, Grup Koin Peduli Prita 47.011 orang, dan Grup Koin Untuk Prita mencapai 43.621 orang.  Gerakan pengumpulan koin untuk Prita di berbagai kota di Indonesia, menunjukkan betapa tingginya kesetiakawanan sosial masyarakat di negara ini. Kenapa harus koin, ternyata ada filosofinya.

Koin menggambarkan uang kecil bahkan nilainya paling kecil. Dengan koin siapun bisa membantu Prita secara gotong royong, bahkan anak-anak TK di beberapa kota turut mengumpulkan koin, begitu pula kalangan masyarakat berpenghasilan sangat rendah. Koin adalah simbul perlawanan masyarakat kecil.

Kasus Prita mencerminkan kentalnya ketidak-adilan di negeri ini. Dan masyarakat pun bahu-membahu untuk "melawan" ketidak-adilan ini, antara lain dengan gerakan kesetiakawanan sosial. Kasus Prita begitu mecuat, bahkan media sekelas International Herald Tribun (IHT) menampilkan berita Prita di halaman paling depan. (Atep Afia)

Korupsi dan Impotensi Demokrasi


Sembilan Desember merupakan Hari Antikorupsi Internasional (HAI). Bermula dari munculnya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 58/4 tanggal 31 Oktober 2003, yang menetapkan 9 Desember sebagai HAI. Rabu, 9 Desember 2009 kemaren, peringatan HAI di Indonesia begitu semarak, serentak dilaksanakan di seluruh daerah. Di Jakarta sendiri peringatan HAI berlangsung tertib, meleset dari perkiraan banyak pihak, termasuk petinggi negara.

Inti dari HAI adalah perlawanan global terhadap korupsi, mengingat begitu mengerikan dari dampak korupsi. Korupsi bisa merusak wibawa pemerintah, merontokan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan menimbulkan impotensi demokrasi.

Korupsi bagaikan virus yang secara sistemik mengkeroposkan sendi-sendi demokrasi, sehingga tidak berdaya, loyo, mandeg, stagnan dan tidak berkutik. Koruptor bagaikan drakula atau vampir yang menghisap habis darah korbannya. Korban dari vampir korupsi adalah rakyat, bangsa, negara dan pemerintah itu sendiri. Sudah jelas korupsi harus dienyahkan dari negeri tercinta ini. Supaya demokrasi bisa ajeg, kokoh dan tegak, supaya kemakmuran dirasakan merata oleh segenap rakyat.

Beragam kasus korupsi di negeri tercinta ini harus segera diproses sampai tuntas, dengan demikian KPK, Kepolisian dan Kejaksaanwajib membentuk sinergi yang saling menguatkan.Sehingga begitu kompak dalam menghabisi korupsi. Untuk itu ketiga lembaga negara terebut harus bersih dari skandal internal. Ujian terbesar saat ini ialah menyangkut kasus Bank Century, yang juga turut ditangani oleh Pansus DPR. Bisakah diselesaikan secara transparan dan dibongkar sampai ke aktor intelektualnya. Siapa takut ??? (Atep Afia)